Sumber: http://cetak.kompas.com
Sejauh ini tidak ada laporan kasus efek samping pemakaian phenylpropanolamine atau PPA di dalam obat flu dan batuk. Badan Pengawas Obat dan Makanan menilai pemakaian PPA di dalam obat flu dan batuk di Indonesia terbilang rendah dosisnya, hanya 15-25 miligram per dosis atau 75 mg per hari.
”Jadi tidak benar pada 1 Maret 2009 BPOM Amerika Serikat (US-FDA) mengeluarkan pengumuman tentang obat flu dan batuk yang mengandung PPA seperti yang beredar di SMS dan e-mail,” kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Dr Husniah Rubiana Thamrin Akib di Jakarta, Selasa (21/4).
PPA adalah zat aktif dalam obat flu dan obat batuk yang berfungsi sebagai penghilang gejala hidung tersumbat.
Menurut Husniah, saat ini tidak ada informasi baru terkait keamanan PPA. Pada November 2000 US-FDA menarik obat yang mengandung PPA karena diduga ada hubungan antara perdarahan otak dan penggunaan PPA dosis besar sebagai obat pelangsing. PPA yang digunakan dalam obat pelangsing di AS sebanyak 150 mg per hari.
Penarikan obat yang mengandung PPA di AS diduga ada hubungan antara hemorrhagic stroke dan penggunaan PPA dosis besar sebagai obat pelangsing. PPA dosis besar sebagai obat pelangsing di AS dijual sebagai obat bebas. Di Indonesia, PPA tidak pernah disetujui sebagai obat pelangsing.
Hidung tersumbat
Di Indonesia, menurut Husniah, PPA hanya disetujui sebagai obat untuk menghilangkan gejala hidung tersumbat dalam obat flu dan batuk, serta tidak pernah disetujui sebagai obat pelangsing. Itu pun dalam dosis yang lebih kecil daripada di AS, yakni 15-25 mg per dosis atau 75 mg per hari untuk dewasa, sedangkan untuk anak berusia 6-12 tahun hanya diperbolehkan 37,5 mg per hari.
Di Indonesia juga tidak pernah ada laporan efek samping stroke atau perdarahan otak yang berhubungan dengan penggunaan PPA.
”Perlu dipahami, penggunaan obat apa pun juga wajib membaca aturan pakai maupun hal yang perlu diperhatikan,” tegas Husniah.
Obat flu dan obat batuk yang mengandung PPA atau golongan simpatomimetik (misalnya efedrin, fenilefrin, pseudoefedrin) tidak boleh digunakan oleh pasien darah tinggi, hipertiroid, penyakit jantung, diabetes, glaukoma, hipertropi prostat atau pasien yang sedang mengonsumsi obat antidepresan golongan penghambat monoamin oxidase (MAO).
Apabila obat digunakan sesuai aturan pakai yang telah ditetapkan, kata Husniah, efek samping yang ditimbulkan umumnya ringan dan bersifat sementara. Efek samping tersebut dapat berupa rasa mengantuk, sakit kepala, mual, muntah, gelisah atau susah tidur. (LOK)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.