gettyimages
Tertawa itu sehat. Tapi, jangan tertawa sendiri. Nanti dikira gila. Pernah dengar ungkapan begitu? Orang yang sering tertawa atau menangis sendiri tanpa sebab memang sering dicurigai menderita gangguan jiwa atau psikosis. Tapi, anggapan begitu tidak selalu benar.
''Ada kemungkinan itu gejala epilepsi, bukan gangguan kejiwaan,'' kata Dr dr Kurnia Kusumastuti SpS(K). Terutama, lanjut dia, pasien epilepsi dengan manifestasi kejang berupa gangguan psikis.
Selama ini, masyarakat mengidentikkan gejala epilepsi sebagai kejang dalam pengertian tubuh bergerak sendiri. Padahal, makna kejang sebetulnya adalah lepasnya muatan listrik abnormal pada sel-sel saraf di otak.
Manifestasi kejang, kata Kurnia, bisa dikelompokkan menjadi empat. Yakni, motorik, sensorik, otonom, dan psikis. ''Yang biasa dianggap kejang oleh masyarakat awam adalah manifestasi motorik,'' papar dokter spesialis saraf RSUD dr Soetomo tersebut.
Selain tertawa atau menangis sendiri, gejala lain kejang adalah ketakutan berlebihan. Padahal, pasien tidak sedang melihat hal yang menakutkan. Bahkan, ada kejang yang manifestasinya berupa tindakan kekerasan, menganiaya, bahkan membunuh. ''Ciri khas epilepsi adalah gejala tersebut berlangsung tanpa disengaja, dalam hitungan menit, berulang, dan polanya sama,'' kata Kurnia.
Yang dimaksud polanya sama adalah satu pasien epilepsi hanya mengalami satu gejala. Misalnya, tertawa saja. Gejala tersebut terus berlangsung, berulang-ulang sampai pasien mendapatkan pengobatan.
Tiap kali kumat, kejang tidak berlangsung lama. Biasanya, hanya dalam beberapa menit, kondisi kembali normal. Ketika sadar (kembali normal), pasien tidak ingat telah melakukan gejala tersebut. ''Itulah yang membedakan gangguan jiwa dan epilepsi,'' papar Kurnia.
Pasien gangguan jiwa, lanjut dia, biasanya tertawa atau menangis dalam waktu lama. Pula, setelah gejala tersebut hilang, kesadaran pasien gangguan jiwa tidak bisa pulih lagi. ''Tidak seperti pasien epilepsi yang kesadarannya bisa normal kembali,'' jelas ahli neurofisiologi itu.
Kejang berupa tindak kekerasan pada pasien epilepsi juga dilakukan spontan, tanpa sadar, dan hanya saat kumat. Pasien epilepsi yang sedang kumat itu hanya bisa menggunakan benda-benda di sekitarnya untuk menganiaya, bahkan membunuh. ''Kalau pasien gangguan jiwa bisa melakukan pembunuhan terencana. Setidaknya, masih bisa mengambil pisau dan benda lain dari ruang lain untuk menganiaya seseorang,'' terang Kurnia.
Karena itu, dokter kelahiran 24 Agustus 1957 itu menyarankan pasien epilepsi segera diajak berobat. Bisa ke dokter saraf atau psikiater. ''Jika berobat ke psikiater, pasien akan diobservasi. Kalau bukan gangguan kejiwaan, akan dikonsulkan ke kami. Begitu juga sebaliknya,'' papar Kurnia.
Terapinya, menurut Kurnia, dilakukan hanya dengan konsumsi obat teratur. Hal itu akan mencegah pasien mengalami kejang. ''Logikanya, bila pasien tidak kumat, dia tidak kejang dan kondisinya normal,'' tegasnya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.